Selasa, 10 Januari 2012

Respirasi (Respiration Part 3)

TRANSPORT OKSIGEN

Oksigen tidak mudah larut dalam air sehingga hanya sekitar 1.5% dari udara nafas yang terlarut dalam plasma. Sebagian besar, sekitar 98.5% oksigen terikat dengan hemoglobin dalam bentuk ikatan Hb-O2 (Oksihemoglobin) yang reaksinya reversible. Oksigen yang bisa berdifusi ke jaringan adalah yang terlarut sehingga sangat penting mempelajari factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pelepasan ikatan oksigen dengan hemoglobin.

Faktor yang mempengaruhi ikatan Hb-O2

Faktor yang paling menentukan banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, semakin tinggi PO2 semakin banyak O2 yang terikat Hb. Hemoglobin mempunyai 4 atom Fe yang masing-masing mampu berikatan dengan 1 molekul O2. Ketika Hb secara penuh dalam keadaan terikat dengan O2 maka Hb disebut tersaturasi penuh (100%). Persentase saturasi hemoglobin menggambarkan rerata saturasi hemoglobin yang terikat dengan oksigen. Sebagai contoh bila setiap molekul hemoglobin terikat dengan 2 molekul O2 maka saturasi hemoglobin 50% karena maksimal setiap molekul Hb terikat 4 molekul O2.

Hubungan antara persen saturasi dan PO2 digambarkan dalam kurva yang disebut kurva disosiasi hemoglobin. Ketika PO2 tinggi Hb hampir semuanya terikat dengan O2 sehingga saturasinya mendekati 100%. Misalnya pada kapiler pulmo, karena PO2 tinggi maka banyak O2 yang terikat dengan Hb. Sebaliknya sampai di jaringan, ketika PO2 rendah Hb tidak lagi mampu mengikat O2 dan O2 yang terlarut masuk ke sel jaringan secara difusi. Dari gambar terlihat bahwa pada PO2 40 mmHg (rerata PO2 di jaringan) saturasi Hb masih 75%. Hal ini mendasari pernyataan sebelumnya bahwa jaringan hanya mengambil 25% O2 yang dibawa hemoglobin. Pada kondisi PO2 60-100 mmHg ternyata saturasi Hb masih stabil 90%. Artinya darah masih membawa oksigen dalam kadar yang tinggi walaupun PO2 atmosfer turun sampai 60 mmHg. Inilah mengapa orang masih bisa beraktivitas dengan baik di ketinggian (yang PO2 atmosfer menurun) atau orang gagal jantung dan gangguan paru masih bisa berkativitas walaupun PO2 turun sampai 60 mmHg. Pada PO2 40 mmHg saturasi O2 masih 75% namun mulai turun dengan cepat terutama tinggal 35% saat PO2 20 mmHg. Ini menunjukan antara PO2 20 mmHg dan 40 mmHg banyak oksigen yang dilepaskan dari oksihemoglobin sebagai respon sedikit saja penurunan PO2. Misalnya pada saat olahraga aktif, PO2 jaringan otot mungkin dibawah 40 mmHg sehingga banyak O2 yang akan dilepaskan dari oksihemoglobin. Oksigen yang banyak dilepas ini akan memenuhi tingginya kebutuhan O2 pada jaringan metabolismenya meningkat.

Walaupun PO2 merupakan factor utama yang menentukan saturasi hemoglobin, bebarapa factor lainya mempengaruhi kekuatan ikatan atau afinitas hemoglobin dengan oksigen. Semakin tinggi afinitas semakin susah terjadi disosiasi dan dibutuhkan PO2 yang lebih. Akibatnya terjadi pergeseran grafik ke kanan (afinitas rendah) atau ke kiri (afinitas tinggi). Faktor lain yang mempengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen adalah keasaman (pH). PCO2, Temperatur dan Kadar 2-3 Bifosfogliserat.

Keasaman (pH)

Kondisi peningkatan keasaman (penurunan pH) akan menurunkan afinitas Hb terhadap O2 sehingga O2 mudah terlepas dari Hb. Asam yang dihasilkan oleh jaringan yang metabolisme aktif terutama adalah asam laktat dan asam karbonat. Penurunan pH atau peningkatan H+ membuat kurva bergeser ke kanan sehingga persen saturasi Hb akan menurun pada level PO2 berapapun dibanding kondisi biasa. Hal ini disebut dengan istilah Bohr Effect. Efek Bohr ini terjadi karena dua hal: peningkatan konsentrasi H+ darah membuiat O2 terlepas dari Hb dan sebaliknya pengikatan O2 menyebabkan pelepasan H+. Mengapa? Karena ketika H+ terikat dengan asam amino hemoglobin maka strukturnya akan berubah dan mengurangi kapasitas hemoglobin mengikat oksigen. Adanya kemudahan pelepasan O2 ini membuat oksigen lebih banyak tersedia untuk kebutuhan jaringan. Hal yang sebaliknya terjadi jika pH meningkat.

Tekanan Parsial CO2 (PCO2)

CO2 dapat berikatan dengan Hb dan seperti efek ion H+, akan mengurangi kapasitas pengikatan Hb dengan oksigen. Semakin tinggi PCO2 maka O2 makin mudah terlepas dari Hb atau dengan kata lain kurva bergeser ke kanan. PCO2 dan pH sangat terkait karena peningkatan CO2 juga menyebabkan produksi H+ sehingga pH menurun. Reaksi perubahannya adalah sebagai berikut:

Temperatur

Semakin tinggi temperature jumlah oksigen yang lepas dari Hb juga akan meningkat. Panas adalah hasil samping dari reaksi metabolisme jaringan. Semakin aktif metabolisme akan membutuhkan semakin banyak oksigen dan semakin banyak asam dan panas yang dihasilkan. Demikian juga sebaliknya, bila terjadi hypothermia (suhu tubuh turun) metabolisme melambat dan kebutuhan oksigen berkurang, oksigen cenderung tetap terikat pada Hb.

Bifosfogliserat

BPG akan menurunkan afinitas oksigen dengan hemoglobin sehingga mempermudah pelepasannya. BPG dibentuk dari proses glikolisis untuk menghasilkan ATP. Ketika BPG berikatan dengan Hb di gugus amin terminal dari 2 rantai beta hemoglobin, akan membuat ikatan Hb dan O2 lebih longgar sehingga mudah terlepas. Semakin tinggi kadar BPG semakin banyak O2 yang dilepas dari Hb. Hormon tertentu dapat meningkatkan pembentukan BPG misalnya tiroksin, hormone pertumbuhan, epinephrine, norepinrfrine dan testosterone. Kadar BPG juga bertambah pada seseorang yang tinggal di daerah yang tinggi.

Respon Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Jaringan

Faktor-faktor ini pada dasarnya merupakan cerminan perubahan aktivitas metabolic jaringan yang kebutuhan oksigen yang meningkat atau menurun. Misalnya saat olahraga, metabolisme jaringan otot yang meningkat akan membutuhkan banyak oksigen yang dipenuhi dari oksigen yang bisa lepas (terdisosiasi) dari ikatannya dengan hemoglobin. Di sisi lain peningkatan aktivitas metabolisme ini akan menghasilkan makin banyak asam laktat dan asam karbonat (makin asam, pH turun), peningkatan CO2 yang dihasilkan (PCO2 naik dan selanjutnya H+ naik), peningkatan panas yang dihasilkan (temperature naik), dan peningkatan kadar 2-3 Bifosfogliserat sebagai akibat dari proses glikolisis. Penurunan pH, peningkatan PCO2, temperature dan kadar BPG menggeser kurva disosiasi ke kanan yang artinya afinitas oksigen hemoglobin menurun. Akibatnya oksigen akan mudah dilepaskan dari ikatannya dengan hemoglobin, terlarut dan berdifusi ke jaringan yang membutuhkan.

TRANSPOR KARBONDIOKSIDA

Di dalam darah CO2 ditransport dalam 3 bentuk utama yaitu 1) CO2 terlarut, 2) Senyawa Karbomino dan 3) Ion Bikarbonat.

CO2 terlarut

Merupakan bentuk transport sekitar 7 % dari semua CO2 dalam darah. Ketika darah mencapai paru, CO2 terlarut berdifusi dan dilepaskan ke udara alveoli.

Senyawa Karbomino

Sekitar 23 % dari transport CO2 dalam darah dalam bentuk ikatan dengan gugus amin pada asam amino dan protein darah. Karena protein paling banyak dalam darah adalah hemoglobin, maka CO2 mayoritas membentuk ikatan dengan Hemoglobin (Hb-CO2, Karbominohemoglobin). Pembentukan HB-CO2 dipengaruhi oleh PCO2, semakin tinggi PCO2 semakin mudah terbentuk ikatan CO2 dengan hemoglobin. Misalnya di darah lewat jaringan yang PCO2 relatif tinggi (karena hasil metabolisme jaringan) maka Hb-CO2 mudah terbentuk. Begitu pula sebaliknya, bila sudah sampai di kapiler paru, karena PCO2 menurun makan CO2 akan terlepas dari ikatan dengan Hb kemudian berdifusi menembus membrane alveoli.

Ion Bikarbonat

Sebagian besar 70% CO2 darah berada dalam bentuk ion bikarbionat (HCO3-). Ketika CO2 berdifusi ke kapiler sistemik dan masuk ke dalam eritrosit, CO2 akan bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat (H2CO3) dengan bantuan enzim karbonik anhidrase. H2C03 selanjutnya berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3- dan terakumulasi di dalam eritrosit. Sebagian HCO3- akan berdfusi keluar dari eritrosit ke plasma sesuai dengan gradient konsentrasinya. Sebagai penukarnya ion Cl- masuk dari plasma ke eritrosit untuk menjaga keseimbangan elektrik antara sitosol eritrosit dengan plasma. Peristiwa ini disebut “Chloride Shift”. Jadi setelah CO2 diambil dari jaringan akan ditransport dalam bentuk ion HCO3- plasma. Ketika darah melewati pembuluh kapiler paru maka reaksi sebaliknya yang terjadi dan CO2 dikeluarkan dari eritrosit ke plasma lalu ke alveoli dan dihembuskan keluar.

Jumlah CO2 yang dapat ditransport dalam darah tergantung persentasi saturasi Hb-O2. Semakin rendah jumlah Hb-O2, semakin tinggi kapasitas Hb mengikat CO2 (Haldane Effect). Karakteristik peningkatan deoksihemoglobin meningkatkan Haldane effect adalah 1) Deoksihemoglobin dapat terikat dan mentransport lebih banyak CO2 daripada Hb-O2, 2) Deoksihemoglobin dapat membuffer H+ dari pada Hb-O2. Deoksihemoglobin dapat terikat dengan H+, mengambil H+ sehingga meningkatkan konversi CO2 menjadi HCO3- melalui reaksi yang dikatalis karbonik anhidrase (menggeser keseimbangan reaksi cenderung ke arah kanan).

Ringkasan Pertukaran dan Transport Gas di Paru dan Jaringan

Darah miskin oksigen (deoksihemoglobin) mengalir menuju kapiler pulmoner mengandung CO2 dalam bentuk terlarut dalam plasma, Hb-CO2 dan dalam bentuk HCO3- dalam eritrosit. Eritrosit juga mengangkut H+ yang sebagian dalam bentuk ikatan Hb-H+. Pada saat darah sampai di kapiler pulmoner, molekul CO2 terlarut dan CO2 yang terlepas dari ikatan Hb-CO2 akan berdifusi ke udara alveoli dan dihembuskan keluar (karena perbedaan PCO2, PCO2 udara alveoli lebih rendah). Pada saat yang sama O2 yang dihirup akan berdifusi dari udara alveoli dalam eritrosit dan berikatan dengan Hb (yang terbebas dari CO2) membentuk oksihemoglobin (Hb-O2). Karbondioksida bentuk HCO3- juga dilepas dari dalam eritrosit melalui reaksi ikatan H+ dengan HCO3 membentuk H2CO3 lalu terpecah menjadi CO2 dan H2O yang berdifusi ke luar eritrosit. Karena penurunan HCO3- dalam eritrosit maka HCO3- berdifusi dari plasma ke erirosit dan bertukar dengan keluarnya ion Cl-. Akhirnya darah berasal dari paru akan mengalami peningkatan kadar O2 dan penurunan kadar CO2 dan H+. Pada kapiler sistemik, karena jaringan memakai O2 dan memproduksi CO2 maka reaksi berjalan sebaliknya.

1 komentar: