Kamis, 12 Januari 2012

Respirasi (Respiration Part 7)

GANGGUAN HEMOSTASIS

Asma

Adalah gangguan pernafasan yang ditandai inflamasi kronik, hipersensitivitas terhadap stimulus yang bervariasi dan obstruksi jalan nafas. Obstruksi terjadi karena adanya kontraksi otot polos pada dinding bronkus dan bronkeolus, edema mukosa dan atau kerusakan epitel jalan nafas. Seseorang dengan asma akan bereaksi berlebihan terhadap suatu stimulus. Pencetus timbulnya gejala bisa berupa serbuk sari, kutu debu rumah, jamur atau makanan tertentu. Selain itu, pencetus dapat juga berupa gejolak emosi, aspirin, zat additif makanan, olahraga, udara dingin atau asap rokok. Pada fase respon awal/akut terjadi bronkokontriksi disertai produksi mucus yang berlebihan. Pada fase kronik terdapat inflamasi, fibrosis, edema dan nekrosis (kematian) sel epitel bronkus. Mediator kimia yang terlibat terhadap perkembangan penyakit adalah leukotrien, prostaglandin, tromboksane, platelet activating factor dan histamine.

Gejala yang timbul bisa berupa sesak nafas, batuk, mengi (wheezing), rasa berat di dada, takikardia, kelelahan, kulit lembab dan kecemasan. Serangan akut diobati dengan inhalasi beta adrenergic agonis (albuterol) untuk merelaksasikan otot polos bronkeolus sehingga jalan nafas melebar, Terapi janka panjang memerlukan obat yang mengatasi inflamasi. Obat antiinflamasi yang biasa digunakan adalah inhalasi kortikosteroid, sodium kromogligat dan leukotrien blocker.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Penyakit paru obstruktif kronik adalah gangguan sistem respirasi yang ditandai obstruksi aliran udara yang kronis dan berulang sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas. Tipe utama PPOK adalah bronchitis kronik dan emfisema. Penyebab paling sering adalah asap rokok sehingga bisa dicegah dengan tidak merokok atau menghindari menghisap asap rokok. Penyebab lain meliputi polusi udara, infeksi paru, pekerjaan yang terpapar debu dan gas, serta factor genetic.

Emfisema

Adalah gangguan yang ditandai dengan rusaknya dinding alveoli sehingga rongga alveoli menjadi lebih besar dan tetap terisi udara saat ekspirasi. Luas permukaan alveoli (normal) berkurang dan difusi O2 berkurang saat melalui membrane respirasi yang rusak. Kadar O2 darah menjadi berkurang dan aktivitas yang membutuhkan O2 lebih membuat pasien sesak nafas. Semakin banyak dinding alveoli yang rusak, elastic recoil paru juga semakin berkurang terkait dengan hilangnya serabut elastic dan banyaknya udara yang terjebak saat akhir ekspirasi. Setelah beberapa tahun, usaha tambahan saat inspirasi meningkatkan ukuran rongga dada sehingga memberi penampakan “barrel chest”. Emfisema umumnya disebabkan oleh iritasi jangka panjang dari asap rokok, polusi udara dan paparan debu serta gas saat bekerja. Sebagian kerusakan dinding alveoli disebabkan oleh ketidakseimbangan enzim tertentu. Pengobatan meliputi penghentian merokok, olahraga di bawah supervise medis, menghindari iritan jalan nafas, senam pernafasan, pemakaian bronkodilator dan pemberian oksigen.

Bronkritis Kronik

Adalah gangguan yang ditandai sekresi berlebihan mucus di bronchial bersamaan dengan batuk yang produktif (banyak dahak) selama setidaknya 3 bulan/tahun selama 2 tahun terakhir. Asap rokok adalah penyebab utama bronkritis kronis. Iritan yang dihirup akan menambah jumlah dan ukuran kelenjar mucus dan sel gobblet pada epitel jalan nafas. Mukus yang kental dan banyak akan mengganggu fungsi silia, pathogen yang masuk menjadi terjebak di mucus dan berkembang dengan cepat. Selain batuk yang produktif, gejala lain meliputi sesak nafas, mengi, sianosis dan hipertensi pulmoner. Pengobatan sama seperti emfisema.

Respirasi (Respiration Part 6)

KORELASI KLINIK

Oksigenasi Hiperbarik

Aplikasi klinik dari hukum Henry adalah oksigenasi hiperbarik, yaitu peingkatan tekanan udara agar O2 banyak yang terlarut dalam darah. Tindakan ini efektif untuk pasien dengan infeksi bakteri anaerob (tidak bisa hidup bila ada O2) yang menyebabkan tetanus dan gangren. Seseorang ditempatkan dalam suatu ruangan yang tekanannya lebih tinggi dari tekanan udara atmosfer (>760mmHg). Jaringan akan mengambil O2 dan bakteri anaerob akan mati. Ruangan hiperbarik juga dapat dipakai untuk penyakit jantung tertentu, keracunan karbon monoksida, emboli gas, luka terbuka, edema cerebral, infeksi bakteri anaerob pada tulang yang sulit diobati, perokok, asfiksi, insufisiensi vaskuler dan luka bakar.

Keracunan Karbon Monoksida

Gas karbonmonoksida (CO) bersifat tidak berarna dan tidak berbau dan terdapat pada asap knalpot mobil, gas dari mesin pemanas ruangan, hasil embakaran sampah dan asap rokok. CO terikat pada gugus heme hemoglobin seperti pada O2 namun mempunyai sifat 200 kali lipat lebih kuat ikatannya daripada oksigen dengan hemoglobin (jadi berkompetisi). Akibatnya, konsentrasi kecil saja dari CO misal 0,1% (PCO=0,5mmHg) akan menempati separuh molekul Hb sehingga menurunkan kapasitas angkut oksigen sebesar 50%. Peningkatan kadar CO darah menyebabkan keracunan karbonmonoksida yang mempunyai gejala bibir dan mukosa mulut berwarna merah cerah, seperti buah Cherry (merupakan warna ikatan Hb-CO), Tanpa pengobatab memadai, keracunan karbonmonoksida bisa berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian suplementasi oksigen murni sehingga mempercepat lepasnya ikatan Hb-CO.

Hipoksia

Hipoksia adalah defisiensi O2 di jaringan tubuh. Berdasarkan penyebabnya hipoksia dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu Hipoksik Hipoksia: disebabkan penurunan PO2 di darah arteri misalnya pada obstruksi jalan nafas, berada di tempat tinggi (naik gunung) atau ada cairan di paru. Anemik Hipoksia: karena rendahnya kadar Hb yang berfungsi normal dalam darah sehingga transport O2 ke jaringan juga berkurang. Penyebabnya bisa perdarahan (eritrosit berkurang), anemia (Hb rendah), atau gangguan Hb mengangkut O2 (misalnya karena kalah kompetisi dengan CO pada keracunan CO). Iskemik Hipoksia: disebabkan aliran darah ke jaringan yang berkurang sehingga hanya sedikit O2 yang sampai ke jaringan walaupun PO2 dan Hb-O2 normal. Histotoksik Hipoksia: darah membawa cukup O2 ke jaringan tetapi jaringan tidak dapat memakainya dengan baik karena adanya zat toksik. Salah satu penyebabnya adalah keracunan sianida, yang mengeblok kerja enzim yang dibutuhkan untuk memakai O2 saat proses produksi ATP.

Efek Merokok terhadap Efisiensi Respirasi

Perokok akan mudah sekali lelah bahkan saat olahraga yang tidak berat sekalipun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya efisiensi system respirasi pada perokok karena factor berikut: Kontriksi brokheolus terminal karena nikotin akan menurunkan aliran udara masuk dan keluar paru. Karbon monoksida (CO) pada asap rokok terikat dengan hemoglobin dan mengurangi kapasitas Hb mengangkut oksigen. Iritasi saluran nafas menyebabkan sekresi cairan mucus yang berlebihan dan pembengkakan mukosa di bronkus sehingga mengurangi aliran masuk dan keluarnya udara di paru. Zat Iritan pada asap rokok juga menghambat pergerakan silia dan merusak silia yang melapisi saluran nafas. Akibatnya debu kotoran dan mucus tidak mudah “disapu” keluar dan menyebabkan gangguan pernafasan. Efek jangka panjang kerusakan serabut elastic paru akan menyebabkan penyakit emfisema (biasanya dirasakan pada usia tua). Hal ini meyebankan banyak bronkiolus kecil yang kolaps, menyebabkan gas terjebak dalam alveoli pada akhir ekspirasi. Pertukaran O2 dan CO2 pun menjadi tidak efisien lagi.

Efek Penuaan pada sistem Respirasi

Pada usia tua, saluran nafas dan jaringan pada system respirasi (termasuk alveoli) berkurang elastisitasnya dan lebih kaku (rigid). Akibatnya terjadi penurunan kapasitas paru untuk mengembang dan udara yang dapat masuk juga berkurang. Jumlah maksimum udara yang dapat dihembuskan setelah menghirup udara sekuatnya (kapasitas vital paru) menjadi hanya 35% pada saat usia 70 tahun. Selain itu, terjadi juga penurunan kadar O2 darah, penurunan aktivitas makrofag alveoli dan penurunan fungsi silia di epitel saluran nafas. Karena perubahan yang terjadi, orang lanjut usia lebih rentan terkena gangguan respirasi seperti pneumonia, bronchitis, emfisema, dan lainnya. Perubahan terkait bertambahnya umur ini juga mengurangi kemampuan usila untuk melakukan olahraga yang termasuk berat seperti lari.

Rabu, 11 Januari 2012

Respirasi (Respiration Part 5)

REGULASI PUSAT RESPIRASI

Irama dasar dari respirasi diatur dan dikoordinasi oleh area inspiratori namun masih bisa dimodifikasi. Irama ini masih dapat berubah sebagai respon terhadap input dari 1) Korteks otak, 2) Kemoreseptor, 3) Propioreseptor, 4) Refleks Inflasi, 5) Pengaruh lainnya.

Pengaruh Korteks

Korteks serebral mempunyai hubungan dengan pusat respirasi sehingga seseorang dapat secara sadar mengubah pola pernafasanya. Bahkan bisa menahan nafas untuk beberapa saat sebagai suatu mekanisme protekstif mencegah cairan masuk ketika berenang atau gas beracun mengiritasi paru. Kemampuan untuk menahan nafas dibatasi oleh peningkatan kadar CO2 dan H+ di dalam tubuh. Ketika PCO2 dan kadar H naik sampai level tertentu area inspiratori akan terstimulasi dengan kuat sehingga timbulah impuls saraf. Impuls tersebut dihantarkan ke otot diafragma dan intercostalis eksterna sehingga berkontraksi dan terjadilah proses inspirasi, baik orang tersebut mau atau tidak. Jika secara sadar menahan nafas sampai menyebabkan pingsan, maka pola nafas akan kembali saat kesadaran benar-benar hilang. Impuls dari system hipotalamus dan limbic juga dapat menstimulasi pusat respirasi sehingga rangsang emosional dapat mengubah pola nafas misalnya saat tertawa atau menangis.

Pengaruh Kemoreseptor

Kemoreseptor memonitor perubahan kimia dalam cairan tubuh. Terdapat 2 macam kemoreseptor yaitu kemoreseptor sentral dan kemoreseptor perifer. Kemoreseptor sentral terletak di dekat medulla oblongata pada system saraf pusat. Kemoresptor sentral merespon perubahan kadar H+ dan atau PCO2 di cairan serebrospinal. Kemoreseptor perifer terletak di aortic bodies dan di carotid bodies yang sensitive terhadap perubahan PO2, H+ dan PCO2 dalam darah. Akson dari serabut saraf sensori aortic bodies merupakan bagian dari nervus vagus (X) sedangkan yang dari carotid bodies termasuk nervus glosofaringeus (IX).

Kondisi normal, PCO2 arteri adalah 40 mmHg. Apabila ada peningkatan sedikit saja dari PCO2 (kondisi ini disebut hiperkapnia atau hipercarbia) kemoreseptor sentral terstimulasi dengan kuat juga dengan adanya peningkatan H+ sebagai efek peningkatan PCO2. Kemoreseptor perifer juga terstimulasi karena kadar PCO2 dan H+. Perbedaan dengan kemoreseptor sentral adalah bahwa kemoreseptor perifer berespon terhadap penurunan PO2. Bila PO2 arteri turun kurang dari 100 namun masih lebih dari 50, kemoreseptor perifer terstimulasi. Kekurangan oksigen yang berat (sampai PO2 <50 mmHg) mengakibatkan penurunan aktivitas area inspiratori sehingga tidak berespon dengan baik terhadap input yang masuk dan impuls menjadi sedikit. Bila ini terjadi maka PO2 dapat terus turun (positive feedback) dengan akibat yang fatal.

Kemoreseptor berperan penting dalam mekanisme feedback negative menjaga PCO2, PO2 dan H+ dalam rentang normal. Bila PCO2 naik, H+ naik dan atau PO2 turun maka input dari kemoreseptor sentral dan perifer menstimulasi area inspiratori sehingga frekuensi dan kedalaman nafas bertambah. Pernafasan cepat dan dalam ini diesebut dengan istilah hiperventilasi, memungkinkan dihirup lebih banyak O2 dan dihembuskan lebih banyak CO2 sampai PCO2 dan H+ turun menjadi normal. Bila PCO2 turun dibawah 40 mmHg (hipokarbia atau hipokapnia) maka kemoreseptor sentral dan perifer tidak terstimulasi, tidak ada impuls yang dihantarkan ke area inspiratorik. Akibatnya area inspiratorik bekerja secara normal (standar) dan pola pernafasan seperti biasa sampai CO2 terakumulasi dan PCO2 naik menjadi 40 mmHg.

Area inspiratorik terstimulasi lebih kuat oleh peningkatan PCO2 daripada penurunan PO2. Sehingga seseorang yang mempraktekan latihan hiperventilasi secara sadar (mengatur agar nafas cepat dan dalam) dan terjadi hipokapnia selanjutnya dapat menahan nafas lebih lama. Misalnya seorang perenang yang hiperventilasi (narik nafas kuat-kuat) sebelum menyelam agar lebih lama berada dalam air. Walaupun begitu hal ini juga berisiko karena kadar O2 dapat turun sampai level yang sangat rendah dan menyebabkan pingsan sebelum kenaikan PCO2 cukup untuk menstimulasi area inspiratorik. Bila pingsan di airlah yang sangat berbahaya karena berisiko tenggelam.

Pengaruh Stimulasi Propiosepsi

Ketika berolahraga, terjadi perubahan nafas menjadi cepat dan dalam karena timbulnya impuls dari propioseptor di otot dan sendi menstimulasi area inspiratorik. Pada saat yang sama akson kolateral (cabang) upper motor neuron dari korteks motorik primer (gyrus precentral) juga memberikan stimulus ke area inspiratorik.

Pengaruh Refleks Inflasi

Reseptor yang sensitive terhadap regangan (baroreseptor atau stretch reseptor) terdapat di dinding bronki dan bronkeolus. Ketika reseptor teregang karena proses inspirasi maka impuls akan dihantarkan via nervus vagus (X) ke area inspirasi dan apneustik. Area inspiratorik dihambat secara langsung dan area apneustik dihambat untuk menstimulasi area inspiratorik. Akibatnya ekspirasi terjadi. Karena tidak lagi teregang, impuls hilang dan efek inhibisi terhadap area inspirasi dan apneustik menjadi berhenti dan terjadilah inspirasi. Refleks ini disebut dengan Inflation (Hering-Breurer) Reflex, yang terutama berfungsi sebagai mekanisme protektif agar tidak mengembang berlebihan daripada sebagai komponen kunci regulasi normal respirasi.

Pengaruh Lainnya

Stimulasi system limbic: kecemasan emosional dapat menstimulasi system limbic dan menghantarkan input eksitatori ke area inspiratori sehingga nafas menjadi lebih dalam dan cepat. Temperature: peningkatan temperature tubuh (saat demam atau olahraga) akan meningkatkan frekuensi nafas. Penurunan suhu tubuh akan menurunkan frekuensi nafas. Nyeri: Nyeri yang tiba-tiba dan sangat akan menimbulkan apneu sesaat, tetapi nyeri berkepanjangan akan menyebabkan peningkatan frekuensi nafas. Nyeri visceral mungkin malah memperlambat pernafasan. Peregangan otot sphincter ani: Tindakan ini akan meningkatkan pernafasan dan kadang dipakai untuk menstimulasi bayi baru lahir atau orang yang berhenti bernafas. Iritasi jalan nafas: Iritasi secara mekanik atau kimia pada jalan nafas membuat penghentian nafas tiba-tiba diikuti bersin atau batuk. Tekanan darah: baroreseptor aorta dan karotis yang mendeteksi perubahan tekanan darah mempunyai sedikit efek terhadap respirasi. Peningkatan tekanan darah tiba-tiba akan menurunkan frekuensi nafas dan sebaliknya, penurunan tekanan darah tiba-tiba akan meningkatkan frekuensi nafas.

Respirasi (Respiration Part 4)

PUSAT RESPIRASI

Ukuran rongga dada dikontrol oleh kontraksi otot respiratori karena adanya impuls saraf dari otak dan relaksasi bila tidak lagi ada impuls. Impuls saraf tersebut ditransmisikan dari kumpulan neuron yang berada di medulla oblongata dan pons (batang otak). Kumpulan neuron ini disebut pusat respirasi yang terbagi menjadi 3 area berdasarkan fungsinya yaitu 1) area ritmik medulla di medulla oblongata, 2) are pneumotaksik di pons dan 3) area apneustik juga di pons.

Area Ritmik Medulla

Fungsi utamanya adalah mengontrol irama dasar pernafasan. Di area ini terdapat area inspirasi dan ekspirasi. Saat pernafasan biasa, inspirasi berlangsung selama 2 detik dan ekspirasi selama 3 detik. Impuls saraf dari area inspirasi menentukan irama dasar pernafasan. Ketika area ini aktif, impuls saraf yang terjadi berlangsung selama 2 detik. Impuls menjalar menuju otot intercostals via saraf intercostal dan menuju diafragma via saraf prenicus. Ketika impuls saraf sampai disana maka otot intercostals dan diafragma akan berkontraksi sehingga terjadilah inspirasi. Setelah 2 detik area inspirasi akan inaktif sehingga impuls saraf berhenti. Tanpa adanya impuls saraf, otot intercostals dan diafragma relaksasi selama 3 detik, sehingga pasif elastic recoil paru dan dinding dada berlangsung. Siklus ini akan terjadi berulang-ulang.

Neuron area ekspiratori tetap inaktif selama pernafasan biasa. Saat pernafasan kuat (forceful breathing) seperti olahraga, Impuls saraf dari area inspiratori akan mengaktifkan area ekspiratori. Impuls dari area ekspiratori akan menyebabkan kontraksi otot intercostalis interna dan abdomen sehingga terjadi ekspirasi (forceful expiration).

Walaupun irama dasar pernafasan diatur oleh are ritmik medulla, area lain di batang otak membantu koordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi yaitu area pneumotaksik dan apneustik.

Area Pneumotaksik

Berada bagian atas pons yang mentransmisikan impuls inhibitori ke area inspirasi. Efek utama dari kerja ini adalah mematikan impuls dari area inspiratori sebelum paru terlalu penuh dengan udara. Dengan kata lain, impuls dari area ini akan memperpendek durasi inspirasi. Ketika area pneumotaksik lebih aktif maka frekuensi pernafasan akan bertambah cepat.

Area Apneustik

Berada di bagian bawah pons yang mentransmisikan impuls stimulasi terhadap area inspiratori sehingga mengaktivasi dan memperlama proses inspirasi. Efek utama dari kerja ini adalah pernafasan yang memanjang dan dalam. Apabila area pneumotaksik aktif maka akan menutupi sinyal dari area apneustik.